SIM (Surat Izin Meng"IMAM"i)

SIM (Surat Izin Meng"IMAM"i)
Adzan Maghrib berkumandang. Selesai Wudlu, aku melangkahkan kakiku memasuki masjid. Sontak aku kaget melihat pemandangan sekelompok orang yang saling dorong-mendorong. Pikirku, mereka hendak berkelahi. "kok, berantem di Masjid sih", gumamku. Eh, ternyata mereka saling dorong-mendorong diantara mereka untuk menjadi Imam Shalat. "Lho, agama itu kan ada aturannya, terlebih ibadah, kita tidak boleh mengambil inisiatif sendiri dan sudah ada aturan baku. Apakah benar demikian cara memilih imam shalat, saling dorong, siapa mau, atau bahkan diundi. kayak judi aja", kata hatiku.
Bila kita hendak melakukan perjalanan, satu hal yang perlu kita persiapkan yakni alat transportasi. Saya tak hendak membahas secara panjang lebar persiapan perjalanan yang bersifat kurang pokok semisal bekal makanan, obat-obatan dan sebagainya, tetapi saya akan berbicara tentang satu hal yang tak mungkin di abaikan dalam sebuah perjalanan, alat transportasi.
Jika kedudukan kita sebagai penumpang, tak banyak persoalan. Namun bila posisi kita sebagai driver atau pengemudi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan aturan yang tak boleh di langgar.
Diantaranya, pengemudi harus memiliki surat izin mengemudi (SIM). Surat ini dikeluarkan oleh pihak yang berwenang yaitu kepolisian setelah melalui beberapa tahapan tes keahlian mengemudi.
Tentu, keahlian mengemudi diperoleh dengan belajar mengemudi, baik melalui kursus mengemudi ataupun belajar sendiri dengan dibimbing seorang instruktur yang ahli.
Pastinya, siapapun tak akan mau membahayakan dirinya dengan menaiki kendaraan yang dikemudikan oleh orang yang kurang ahli mengemudi, atau bahkan tak bisa mengemudi.
Tak pandang bulu, meski seseorang itu tua, atau memiliki jabatan sosial yang tinggi, atau bahkan ajengan atau priyayi, selama ia tak memiliki keahlian mengemudi maka sekali lagi tak seorangpun akan bersedia ikut menaiki kendaraan yang dikendalikannya. Sebab, dapat dipastikan akan nabrak dan sangat membahayakan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain.
Seorang pengemudi dituntut agar selalu sehat dan fit saat berkendara. Dengan kata lain, ia tak boleh mengantuk karena dapat berakibat fatal terhadap nyawa penumpang mobil yang dikendalikannya.
Selain itu, ia juga diharuskan mengetahui berbagai rambu atau marka jalan, agar tidak menganggu sesama pemakai jalan. Idealnya, seorang pengemudi juga memahami seluk beluk mesin kendaraan atau paling tidak dapat memperbaiki bila ada kerusakan ringan.
Singkat kata, tanggung jawab seorang pengemudi sangatlah besar. Semua persyaratan tersebut tak lain bertujuan agar perjalanan itu nyaman dan selamat sampai tujuan.
Layaknya sebuah safar, shalat merupakan perjalanan spiritual seorang hamba kepada Tuhannya. Tentu, sebagaimana kita mempersiapkan segala sesuatu saat bepergian, begitu pula bila kita hendak shalat.
Shalat ibarat kendaraan yang memerlukan seorang pengemudi yaitu Imam. Seperti halnya driver, Imam juga diharuskan memenuhi persyaratan tertentu.
Diantaranya, ia harus mengetahui dan memahami seluk beluk shalat, syarat dan rukunnya serta hal-hal yang membatalkannya.
Tak hanya itu, ia juga dituntut bagus bacaan Al-Qur'an nya. Sebab, ayat al-Qur'an (al Fatihah) ibarat kemudi pada shalat. Tanpa kemudi, kendaraan tak dapat dijalankan dan tanpa bacaan Al Fatihah yang sempurna, shalat tidak sah.
Nah, untuk lebih jelasnya, ada beberapa kriteria seseorang dapat menjadi imam shalat :
Pertama, Aqrauhum li Kitaabillah. Artinya seseorang yang hendak menjadi imam shalat haruslah orang yang paling bagus bacaan Al-Qur'annya. Ia mengetahui, memahami dan dapat mempraktekkan dengan baik ilmu tata baca Al-Qur'an (tajwid) dan kejanggalan baca (Gharaib al Qiraa'at), ilmu memulai dan berhenti dalam membaca Al-Qur'an (al Waqf dan al Ibtida), dan ilmu lain yang terkait. Terlebih, bila ia juga hafal Al-Qur'an akan lebih baik lagi.
Kedua, Al Alim Fiqha Shalaatihi. Artinya seseorang yang hendak menjadi imam shalat haruslah orang yang mengetahui dan memahami seluk beluk shalat dari sisi fiqh (hukum islam), mencakup syarat, rukun, manduubat (hal-hal yang dianjurkan, sunah, dalam shalat), mubthilaat (hal-hal yang membatalkan dalam shalat) dan sebagainya.
Ketiga, Aqdamuhum Hijratan. Artinya seseorang yang berhak menjadi imam shalat setelah ahli Al-Qur'an dan ahli Hukum tidak ada adalah orang yang paling shalih dan taat. Hijrah di sini tidak dalam arti sempit melainkan siapa yang terlebih dahulu taat. Bila jama'ah terdiri dari orang-orang yang baru masuk islam (muallafuun)maka yang berhak menjadi imam adalah orang yang terlebih dahulu memeluk islam. Singkat kata, orang yang paling shaleh dan taat beragama, menjalankan ritual baik pribadi atau sosial tanpa pandang umur baik tua maupun muda berhak menjadi imam.
Keempat, Akbaruhum Sinnan. Artinya seseorang yang berhak mejadi imam shalat setelah Ahli Al-Qur'an, Ahli Hukum, Ahli ibadah (taat beragama) adalah orang yang paling tua. Sebab, logikanya orang yang paling tua lebih banyak ibadahnya dibanding yang muda. Bila sebaliknya, maka yang muda-lah yang berhak menjadi imam sebab ia masuk dalam kategori ketiga, yang paling taat beragama tanpa memandang umur.
Nah, inilah kriteria seseorang dapat menjadi imam shalat dan berhak memiliki Surat Izin Imam Shalat (SiiS). Memang, SiiS tidak berbentuk kartu seperti atm dan dikeluarkan oleh instansi tertentu melainkan tanggung jawab pribadi dan atau komunitas jama'ah tertentu.
Mengingat, tanggung jawab seorang imam amatlah besar. Tidak hanya di dunia namun juga di akherat kelak. Sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, : (para imam) saat memimpin shalat kalian (bertanggungjawab penuh). Bila mereka (para imam) bertindak sebagai imam dengan benar (mengetahui dan memenuhi syarat, rukun, wajib, sunnah dan sebagainya) maka kalian akan mendapatkan ganjaran setimpal, termasuk para imam. Sebaliknya, bila mereka bertindak tidak benar (bodoh, tidak mengerti seluk beluk shalat sehingga berbuat kesalahan) maka kalian akan mendapat ganjaran setimpal, tidak termasuk imam. Ia akan mendapat sangsi di akherat nanti".
Oleh karenanya, bila Anda tidak memiliki kriteria di atas jangan coba-coba untuk menjadi imam shalat bila tak ingin menanggung resikonya.
Namun, bila anda hendak shalat berjama'ah dan tak ada satupun jamaah yang memiliki kriteria di atas atau anda tidak tahu siapa yang memiliki kriteria di atas diantara para jamaah, sebaiknya anda bertindak bijak dengan menanyakan siapa diantara jamaah yang memiliki spesifikasi imam seperti diatas.
Semoga uraian diatas menyadarkan kepada kita bahwa agama itu tidak melihat bangsa, warna kulit, suku, ras, status sosial dan sejenisnya. Agama menempatkan mereka yang memiliki ilmu pengetahuan diatas yang lainnya. Sejatinya, agama tidak repot atau bahkan sulit bila kita menjalankannya dengan benar dan didasari oleh ilmu dan pengetahuan. Wallaahu A'lam…


H.Ziyad Ulhaq at Tubany.SQ. MA
Direktur Abjad Fondation
Lembaga Kajian Al-Qur'an dan Keislaman
0 Responses

    Pengikut

    DAFTAR PENGUNJUNG